Ini adalah bentuk penghargaan dan upaya melihat Slank dari sisi lain dalam belantika musik Indonesia

Tiga dekade telah terlewati, Slank memang nggak ada matinya. Keberadaannya sejak bernama Cikini Stones Complex, Red Evil, hingga menjadi Slank pada 1983, mereka telah merilis 21 album studio berisi 274 lagu. Band rock slenge’an asal Gang Potlot ini, merekam berbagai persoalan lewat lirik-lirik lugas nan bersahaja.

Sepanjang 33 tahun, karya dan aksinya masih berkibar. Teguh dan kukuh, jadi naungan jutaan Slanker di seantero Indonesia. Karya-karya itu perlu diurai kata demi kata, menyigi alam pikir Slank yang dibentuk oleh cara mencerap, mendedahkan, dan hasrat untuk merawat Indonesia.

Dalam situs mini ini, kami ingin menyelami alam pikir Slank dengan cara berbeda. Terutama untuk memetakan lirik musiknya dalam kategori tema dan emosi atau suasana hati. Saat menatap belasan ribu kosa kata yang digunakan, terlintas niat untuk menelisiknya.

Berstatus band beraliran rock, 21 album studio Slank yang terdiri dari 274 lagu mengusung tema sosial, politik, dan cinta. Temuan ini senada dengan pengakuan Kaka dan Bimbim, yang menyatakan setiap album wajib memuat empat tema: Cinta, sosial, alam, dan kepemudaan.

Tema cinta dan sosial, bahkan tak pernah absen dalam setiap album studio Slank. Dalam lima tahun terakhir pun, lagu bertema cinta tetap eksis. Tengok saja album studio pada 2015, Restart Hati. Dalam album ini, Slank merilis delapan lagu cinta dari total 12 lagu.

Perhatian Slank pada isu sosial, tampak sejak album pertama, namun menonjol pada album kedua, Kampungan (1991). Lewat lagu “Apatis Blues”, tergambar hilangnya sikap peduli, malah saling sikut, dan diskriminatif terhadap sesama.

Kisruh era reformasi menjadi inspirasi lewat album Mata Hati Reformasi (1998). Lagu terpanjang dalam album itu, “Aktor Intelektual” berdurasi 8 menit 47 detik. Slank butuh 110 kata untuk bicara tentang peristiwa Mei 1998, dua kali lebih lama saat bicara tentang cinta.

Antusias, merupakan emosi terkuat yang dipancarkan lewat semua album studio Slank. Meski emosi marah juga cukup menonjol, namun dalam album Anthem for The Broken Heart (2009), sama sekali tak terasa ada amarah di sana.

Dari 43 lagu bertema politik, misalnya, lebih dari setengahnya bernuansa kemarahan. Persentase emosi antusias hanya seperempatnya. Emosi bahagia bahkan tak mendapat tempat. Sedangkan antusiasme, tersebar hampir di semua tema dan terus menguat hingga 2015.

Seiring waktu, “kemarahan“ Slank berangsur-angsur reda. Album yang bernuansa kemarahan, semakin sedikit pada 10 tahun terakhir. Dari “Birokrasi Complex” di album Generasi Biru (1994) yang penuh kritik, hingga harapan pada demokrasi lewat “Ngindonesia” dari album Slank Nggak Ada Matinya (2013).

Emosi ketakutan, paling dominan dalam tema madat. Saat beberapa personel Slank terlibat penggunaan narkoba, hingga berjuang memeranginya. Lebih dari setengah dari 11 lagu bertema ini, menebar nuansa ketakutan. Sama sekali tak ada antusiasme di sana.

Terdapat 4.630 kata-kata unik yang tersebar dalam 21 album studio Slank. Kata unik adalah perhitungan sebuah kata dalam satu lagu, dan mengabaikan kata yang sama dalam lagu tersebut. Hasilnya, frekuensi kata hubung sangat tinggi.

Karena kata hubung tak mengandung makna, fokus beralih pada pemilihan kata dalam setiap tema dan emosi. Dari seluruh tema lagu, sebaran kata bermakna terbanyak ternyata adalah kata ganti. Penggunaan kata sesuai tema juga ditemukan, meski proporsinya tak signifikan.

Dalam tema cinta misalnya, pilihan kata seputar tema ini lebih banyak memunculkan kata aku, kau, dan kamu. Tampaknya Slank senang bicara cinta, tanpa mengumbar kata cinta. Lirik cinta Slank terasa bersahaja--tanpa harus meminjam tokoh-tokoh dalam epos percintaan yang megah.

Kata aku tampak sangat menonjol dalam semua kategori emosi lagu. Luapan antusias dalam lagu, dibangun oleh kata-kata seperti jangan, aku, atau kita. Hanya pada emosi marah, kata aku tak sering muncul. Frekuensinya lebih sedikit dibanding mau, nggak, dan lagi.

Kata ganti yang melambangkan persona, merupakan kata bermakna yang paling sering muncul dalam lagu-lagu Slank. Khususnya kata ganti aku, dominan dalam tema cinta, namun tersebar hampir merata pada lima kategori emosi.

Penggunaan kata ganti orang pertama dari ragam bahasa akrab ini, di luar perkiraan. Dalam kehidupan sehari-hari, personel Slank lebih sering menggunakan istilah gue. Kata gue, terbanyak digunakan dalam lagu-lagu bertema cinta.

Kata gue yang merupakan padanan aku dalam bentuk tidak formal, lebih banyak bernuansa marah. Kata ganti lain yang menjadi pilihan sebagai luapan amarah dalam lagu, adalah mereka. Kata ini bersanding dengan kami, dan lebih sering digunakan pada tema politik.

Sedangkan kata elo, kata ganti orang kedua setara dengan kamu, lebih banyak dipakai dalam tema cinta dan madat dalam nuansa antusias. Kata itu, tak beriringan penggunaannya dengan kata gue. Satu-satunya kata dikau, muncul karena lagu “Juwita Malam" karya Ismail Marzuki.

Slank adalah Bimbim. Inilah salah satu penegasan yang mencuat dalam penelisikan tim data Beritagar.id terhadap lirik lagu-lagu Slank dari 21 album studio. Bukan hal baru, terutama bagi para penggemar yang lebih mendalami perjalanan Slank.

Tanpa bermaksud mengecilkan peran personel lain, harus diakui dalam penciptaan lagu Slank, Bimbim memang sangat menonjol secara individu. Di daftar pencipta lagu sepanjang 21 album studio, nama Bimbim sendiri muncul dalam 131 lagu.

Bubarnya Formasi 13 berpengaruh pada besarnya peran Bimbim. Ditandai dengan album Lagi Sedih (1997), penciptaan lagu sebagian besar oleh Bimbim sendiri. Tujuh dari total 16 lagu dalam album tersebut. Sisanya, kolaborasi Kaka dan Bimbim.

Semenjak Formasi 14, nama Bimbim seorang paling sedikit muncul empat kali dalam 16 album. Pada Formasi 13 periode 1990-1996, namanya hanya muncul tiga kali. Secara umum lagu dikerjakan bersama, dan hanya sebagian kecil mendaur ulang karya orang lain (baca: maestro di mata Slank).